Senin, 07 November 2011

FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN PADA MANUSIA

FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN PADA MANUSIA

B. Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).

Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural / sensorineural deafness ( perseptif) serta tuli campur / mixed deafness (Soepardi et al, 2007).
Tuli konduktif disebabkan oleh hal yang mengganggu hantaran normal daripada gelombang suara ke organ Corti. Jadi merupakan gangguan konduksi rangsangan suara melalui liang telinga, membran timpani, ruang telinga tengah, dan tulang pendengaran (Hassan et al, 2007).

Pada telinga luar misalnya prop serumen atau benda asing dalam liang telinga, otitis eksterna, eksostosis. Pada telinga tengah misalnya OMA supurativa dan nonsupurativa, otitis media kronik dengan atau tanpa mastoiditis, perforasi membrana timpani, otitis media serosa (glue ear), otitis media adesiva, otosklerosis, sumbatan tuba Eustachii, barotrauma, trauma kepala disertai gangguan fungsi telinga oleh ossicular chain disruption atau oleh hematoma dalam telinga tengah, neoplasma (Hassan et al, 2007).

Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam, nervus VIII atau di pusat pendengaran (Soepardi et al, 2007). Tuli saraf disebabkan oleh hal yang merintangi atau mengurangi reaksi normal dari sel rambut terhadap stimulasi oleh gelombang suara atau hal yang merintangi / mengganggu reaksi normal dari jalan serabut saraf organ Corti ke korteks serebral (Hassan et al, 2007).
Kerusakan pada saraf atau koklea dapat disebabkan oleh trauma kepala disertai kerusakan os petrosus, trauma akustik misalnya ketulian akibat bising di pabrik, infeksi (virus pada parotitis, campak, influenza dan sebagainya), neoplasma (akustik neuroma, glomus jugulare), obat ototoksik (streptomisin, kanamisin, preparat kina), gangguan serebrovaskular (Hassan et al, 2007).

Tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan suatu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif) (Soepardi et al, 2007).

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, sedangkan dengan menggunakan audiometer merupakan tes kuantitatif (Soepardi et al, 2007).

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).

Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan (Soepardi et al, 2007).

1. Tes Rinne
Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan, kemudian ditempelkan pada tulang mastoid sampai pendengar tidak mendengar lagi, lalu dipindahkan ke depan liang telinga. Disini akan terdengar lagi oleh karena hantaran udara lebih baik daripada melalui tulang. Ini disebut Rinne positif. Bila ada gangguan aliran udara disebut Rinne negatif. Rinne positif terdapat pada orang normal dan pada penderita gangguan saraf (neurosensoris). Rinne negatif terdapat pada gangguan aliran udara (tuli konduktif), misalnya di daerah membran timpani, serumen pada liang telinga, kerusakan tulang pendengaran, dan sebagainya (Hassan et al, 2007).

2. Tes Weber
Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan dan diletakka di verteks, kemudian dibandingkan pendengara telinga kanan dan kiri. Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama (tidak ada lateralisasi). Bila ada gangguan konduksi, terjadi lateralisasi ke arah telinga yang sakit. Bila ada gangguan saraf, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat. Hasil dinyatakan sebagai lateralisasi ke kanan / ke kiri atau lateralisasi negatif (Hassan et al, 2007).

3. Tes Schwabach
Tes Schwabach ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal (Soepardi et al, 2007).
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa (Soepardi et al, 2007).

4. Tes Bing (tes Oklusi)
Cara pemeriksaan yaitu tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif (Soepardi et al, 2007).

5. Tes Stenger
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli) (Soepardi et al, 2007).
Cara pemeriksaan dengan menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap menengar bunyi (Soepardi et al, 2007).

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne 

1 komentar:

  1. nice postingan, visit here for information all about aceh , saleum aneuk nanggroe
    tuli sensorineural

    BalasHapus