Senin, 07 November 2011

ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

ANATOMI DAN SISTEM FISIOLOGI PARU-PARU


PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS BULA PARU-PARU
Penjelasan mengenai patofisiologi terjadinya bula paru-paru pertama kali diajukan oleh
Cookedan Blades
(1952), sebagai berikut : awalnya, mekanisme katup bola (
ball-valve
) antara bula danbronkus menyebabkan bula membesar secara progresif. Kemudian, bula yang membesar karenapeningkatan tekanan intra bula akan membuat jaringan paru-paru di sekitarnya kolaps.Selanjutnya, inflamasi dan oklusi parsial saluran napas kecil menyebabkan kerusakan buladisertai pembesaran progresif dan oklusi lanjutan pada saluran napas tersebut. Akhirnya, bulaakan menghasilkan space occupying lesion yang besar dengan ventilasi yang baik tetapi tanpadisertai perfusi yang baik, sehingga timbul hambatan gerak difragma dan dinding dada,pergeseran mediastinum dan penekanan pada sisi paru-paru yang sehat di sekitarnya dan padaparu-paru kontralateralnya.
4
Baldwin
dkk (1950) menemukan bahwa bula besar dapat bertindak sebagai
space occupying lesion
yang merelaksasi dan menekan jaringan paru-paru yang terkena. Dengan toraks yangterbuka, baik pada operasi maupun otopsi, bula seperti ini akan mengembang dan kolaps secarainstan dengan ventilasi tekanan positif.
Reid 
(1967) mengklasifikasikan lesi semacam ini sebagaiemfisema non-obstruktif. Kapasitas residu fungsional tetap besar, pengeluaran nitrogen dari bulaberjalan lambat, ruang rugi fisiologi berkurang dan pertukaran udara dalam bula berjalan lambatseperti dilaporkan oleh
Hugh-Jones
dkk (1966). Pada saat toraks terbuka, tekanan positif akanmenyebabkan mengembangnya paru-paru di belakang bula disertai kembalinya tegangan radialpada jalan napas. Akibatnya, hubungan antara bronkus dan bula menjadi terbuka lebar. Pada saattoraks tertutup, jaringan paru-paru di sekitarnya akan mengalami relaksasi saat tekanan positif,disertai penurunan tegangan radial jalan napas dan seluruh jalan napas memiliki resistensi aliranyang tinggi. Setelah eksisi bula, tegangan paru-paru akan kembali dan lesi hilang.
4
Emfisema ditandai oleh kerusakan dinding alveolar distal dari bronkiolus terminalis. Proses iniakan berlanjut menjadi pembesaran ruang udara distal disertai terbentuknya blebs, kista dan bula.Karena dinding alveolar yang kaya kapiler turut rusak pada daerah emfisema, ruang udara yangmembesar ini memiliki rasio ventilasi perfusi (V/Q) yang tinggi yang menyebabkanterbentuknya ruang rugi fisiologis. Peningkatan ruang ruang rugi pernafasan ini akanmenurunkan efisiensi bernapas, dan menyebabkan peningkatan kerja napas dan gangguanpertukaran udara.
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS BULA PARU-PARU
Penjelasan mengenai patofisiologi terjadinya bula paru-paru pertama kali diajukan oleh
Cookedan Blades
(1952), sebagai berikut : awalnya, mekanisme katup bola (
ball-valve
) antara bula danbronkus menyebabkan bula membesar secara progresif. Kemudian, bula yang membesar karenapeningkatan tekanan intra bula akan membuat jaringan paru-paru di sekitarnya kolaps.Selanjutnya, inflamasi dan oklusi parsial saluran napas kecil menyebabkan kerusakan buladisertai pembesaran progresif dan oklusi lanjutan pada saluran napas tersebut. Akhirnya, bulaakan menghasilkan space occupying lesion yang besar dengan ventilasi yang baik tetapi tanpadisertai perfusi yang baik, sehingga timbul hambatan gerak difragma dan dinding dada,pergeseran mediastinum dan penekanan pada sisi paru-paru yang sehat di sekitarnya dan padaparu-paru kontralateralnya.
4
Baldwin
dkk (1950) menemukan bahwa bula besar dapat bertindak sebagai
space occupying lesion
yang merelaksasi dan menekan jaringan paru-paru yang terkena. Dengan toraks yangterbuka, baik pada operasi maupun otopsi, bula seperti ini akan mengembang dan kolaps secarainstan dengan ventilasi tekanan positif.
Reid 
(1967) mengklasifikasikan lesi semacam ini sebagaiemfisema non-obstruktif. Kapasitas residu fungsional tetap besar, pengeluaran nitrogen dari bulaberjalan lambat, ruang rugi fisiologi berkurang dan pertukaran udara dalam bula berjalan lambatseperti dilaporkan oleh
Hugh-Jones
dkk (1966). Pada saat toraks terbuka, tekanan positif akanmenyebabkan mengembangnya paru-paru di belakang bula disertai kembalinya tegangan radialpada jalan napas. Akibatnya, hubungan antara bronkus dan bula menjadi terbuka lebar. Pada saattoraks tertutup, jaringan paru-paru di sekitarnya akan mengalami relaksasi saat tekanan positif,disertai penurunan tegangan radial jalan napas dan seluruh jalan napas memiliki resistensi aliranyang tinggi. Setelah eksisi bula, tegangan paru-paru akan kembali dan lesi hilang.
4
Emfisema ditandai oleh kerusakan dinding alveolar distal dari bronkiolus terminalis. Proses iniakan berlanjut menjadi pembesaran ruang udara distal disertai terbentuknya blebs, kista dan bula.Karena dinding alveolar yang kaya kapiler turut rusak pada daerah emfisema, ruang udara yangmembesar ini memiliki rasio ventilasi perfusi (V/Q) yang tinggi yang menyebabkanterbentuknya ruang rugi fisiologis. Peningkatan ruang ruang rugi pernafasan ini akanmenurunkan efisiensi bernapas, dan menyebabkan peningkatan kerja napas dan gangguanpertukaran udara.
9
 
Kerusakan dinding alveolar juga menyebabkan penurunan kemampuan rekoil elastis paru-parudan penurunan traction support dari lumen jalan napas kecil yang menyebabkan gangguan prosesekshalasi. Penurunan kemampuan rekoil elastik disertai kolapsnya jalan napas ekspirasimenghasilkan hiperinflasi dan adanya udara yang terperangkap (air-trapping) pada daerahemfisema. Hiperinflasi ini dapat menekan jaringan paru-paru disekitarnya sehingga rasio V/Qakan menurun pada daerah paru-paru yang mengalami penekanan, yang lama kelamaanmenyebabkan ganggauan pertukaran udara dan hipoksemia.
9
Kesulitan bernapas pada pasien-pasien dengan bula paru-paru terjadi karena dinding dadamengembang secara maksimal sepanjang waktu, dengan diafragma yang “mendatar” pada saatinspirasi maksimal. Karenanya, setiap upaya inspirasi hanya menghasilkan pergerakan udarayang minimal. Itulah sebabnya, reseksi bagian paru-paru yang mengalami kerusakan akanmemungkinkan dinding dada untuk berupaya kembali ke kondisi normalnya dan mengembalikanmobilitas diafragma seperti semula.
10
Mekanisme terbentuknya bula belum diketahui dengan pasti. Salah satu penjelasan yang menjadiperdebatan adalah terjadinya degradasi serat elastik paru-paru yang dipicu oleh peningkatanmasuknyaa netrofil dan makrofag terkait dengan kebiasaan merokok. Degradasi inimenyebabkan ketidakseimbangan sistem protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan. Setelahterbentuk bula, terjadi obstruksi saluran napas kecil yang disebabkan oleh proses inflamasiberkepanjangan sehingga terjadi peningkatan tekanan alveolar, yang menyebabkan udaramerembes ke ruang instertitial paru-paru. Kemudian udara akan bergerak ke hilus, terjadilahpneumomediastinum. Dengan meningkatkan tekanan intra-mediastinum, timbul ruptur pleuraparietal di daerah mediastinum dan mengakibatkan terjadinya pneumotoraks. Pemeriksaanhistopatologi dan mikroskop elektron pada jaringan yang diambil intraoperatif tidak menunjukkan adanya defek pada pleura viseral yang memungkinkan terjadinya perembesanudara dari bula ke ruang pleura.
2
Penyebab emfisema bula belum sepenuhnya diketahui, walaupun ditemukan adanya kaitanantara merokok dan difisiensi a1-antitripsin dengan terbentuknya bulla.
4,11
Defisiensi a1-antitripsin merupakan faktor risiko berkembangnya gejala-gejala pada saluran napas, munculnyaemfisema dini dan obstruksi saluran napas. Faktor lingkungan seperti rokok dan paparanterhadap debu menjadi faktor risiko tambahan dan berhubungan dengan cepatnya penurunankondisi pasien. Faktor penderita juga seperti genetik dan usia juga mempengaruhiberkembangnya penyakit ini.
12
Johnson dkk (2000) melaporkan kasus-kasus bula paru-paru yang terkait dengan kebiasaanmerokok mariyuana. Namun pada pasien-pasien yang diamati pada laporan ini juga memilikiriwayat merokok yang cukup lama, sehingga hubungan signifikan antara kebiasaan merokok mariyuana saja tanpa riwayat merokok yang lama terhadap terjadinya bula paru-paru masih perluditeliti lebih lanjut.
13
Kadangkala penting untuk membagi pasien dengan bula paru-paru ke dalam dua grup besar,yaitu (1) pasien PPOK (penyakit paru-paru obstruktif kronis) dan (2) pasien dengan parenkimparu-paru di antara bula yang relatif normal tanpa obstruksi aliran udara. Kelompok kedua inibiasanya memiliki riwayat munculnya penyakit yang sama pada keluarga (familial occurence).
14
 
Insiden bula paru-paru meningkat pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos, yang menunjukkan hubungan antara kelainan jaringan ikat dengan penyakit bula.Karenanya, kemungkinan adanya diagnosis penyakit jaringan ikat semacam ini harus jugadipikirkan.
15
Koivisto dan Mustonen
(2001) melaporkan dua kasus saudara kembar dengan pneumotoraksspontan dengan penyebab yang kemungkinan diturunkan secara autosomal resesif. Pada keduakasus ditemukan bula.
16
Pneumotoraks yang terjadi sangat mungkin disebabkan oleh rupturnyabula ini. Penyebab non genetik lain, seperti endometriosis yang dapat menimbulkanpneumotoraks katamenial juga perlu disingkirkan.
15
DIAGNOSISKlinis
Diagnosis bula paru-paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis.Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai kebiasaan merokok dan riwayat penyakit dahulu,seperti asma, kelainan kongenital dan PPOK. Gejala klinis yang paling menonjol pada pasienbula paru-paru adalah sesak napas, mulai dari derajat ringan sampai derajat berat, sesuai kriteriadari Hugh Jones.
4
Tidak jarang, bila bula cukup besar, pasien juga merasakan rasa nyeri lokal dibagian dada tertentu, sesuai lokasi bula.
17
Baik sesak napas maupun nyeri ini berhubungandengan aktifitas



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar