Senin, 07 November 2011

FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN

FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN

system INTEGUMEN terdiri dari kulit ,kuku,rambut,jaringan ikat subkutan dan kelenjar dibawahnya
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, organ terberat dan terbesar dari tubuh.
Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.


Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.


Fungsi kulit :
Protection - mechanical, UV radiation, immune "first line" and "second line," water conservation
Excretion - sweat glands excrete "waste"
Chemical synthesis - vitamin D
Thermoregulation - can regulate heat loss or conservation
Sensation - various sense of touch, temperature, vibration, pain
Antigen presentation / immunological reactions / wound healing.


Epidermis
Merupakan lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.


Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Fungsi Epidermis
Proteksi barier
organisasi sel
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Lapisan epidermis
Stratum basal/germinativum
Lapisan terdalam pd epidermis
Tdp aktifitas mitosis yg hebat dan bertanggung jwb dlm pbaharuan sel epidermis scr konstan.
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan,hal ini tgt letak, usia dan faktor lain.
Mengandung 1 lapis sel yg mengandung melanosit & 1 lapis sel keratinosit
Mendapat suplai darah dari dermis.



Stratum Spinosum.
- Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
- Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum
spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
- Letak agak jauh dari pbuluh darah, sehingga tidak dapat bereproduksi
- Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
- Terdapat sel Langerhans.


ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PRIA DAN WANITA

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PRIA DAN WANITA


A. Latar Belakang
Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang biak. Terdiri dari testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya
Reproduksi atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal(fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu manusia berhenti, manusia tersebut masih dapat bertahan hidup, sebagai contoh manusia yang dilakukan vasektomi pada organ reproduksinya (testes atau ovarium) atau mencapai menopause dan andropouse tidak akan mati. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah manusia tersebut mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh manusia.
Reproduksi juga merupakan bagian dari proses tubuh yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan suatu generasi.
Untuk kehidupan makhluk hidup reproduksi tidak bersifat vital artinya tanpa adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut terancam dan punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang merupakan sarana untuk melanjutkan generasi.


B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui anatomi sistem reproduksi pria dan wanita
2. Mahasiswa mengetahui fisiologi organ reproduksi pria dan wanita
3. Mahasiswa mengetahui hormon-hormon yang bekerja pada sistem reproduksi
4. Mahasiswa mengetahui perkembangan sperma
5. Mahasiswa mengetahui siklus menstruasi..

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi sistem reproduksi pria ?
2. Bagaimana fisiologi sistem reproduksi pria?
3. Apa saja hormon yang bekerjapada sistem reproduksi ?
4. Bagaimanakah siklus menstruasi terjadi?
5. Bagaimanakah terjadinya spermatogenesis ?

SISTEM REPRODUKSI PRIA

A. Anatomi Sistem Reproduksi Pria
1. Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari : penis, skrotum (kantung zakar) dan testis (buah zakar).
1) Penis
Penis terdiri dari:
- Akar (menempel pada didnding perut)
- Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
- Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis.
Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil:
- 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan.
- Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).
2) Skrotum
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis.
Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh.
Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).

3) Testis
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan.
Testis menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon testosterone.
Fungsi testis, terdiri dari :
a) Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan di Tubulus seminiferus.
b) Menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstial.
Testis memiliki 2 fungsi, yaitu:
Pembentukan sperma oleh tubulus seminiferus.
Pembentukan hormone testoteron oleh sel leydig
2. Struktur dalamnya terdiri dari : vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis.Alat kelamin laki-laki terbagi atas 3 bagian :
1) Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan saraf) berjalan bersama-sama vas deferens dan membentuk korda spermatika.
2) Uretra
Uretra berfungsi 2 fungsi:
- Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih
- Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.
3) Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul dan mengelilingi bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar walnut dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia.
Prostat mengeluarkan sekeret cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
Lobus posterior
Lobus lateral
Lobus anterior
Lobus medial
Fungsi Prostat:
Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina.
Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat.
4) Vesikula seminalis.
Prostat dan vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Cairan ini merupakan bagian terbesar dari semen. Cairan lainnya yang membentuk semen berasal dari vas deferens dan dari kelenjar lendir di dalam kepala penis.
Fungsi Vesika seminalis :
Mensekresi cairan basa yang mengandung nutrisi yang membentuk sebagian besar cairan semen

3. Duktus Duktuli
1) Epididimis
Merupakan saluran halus yang panjangnya ± 6 cm terletak sepanjang atas tepi dan belakang dari testis. Epididimis terdiri dari kepala yang terletak di atas katup kutup testis, badan dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal.
Saluran epididimis dikelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui duktuli eferentis merupakan bagian dari kaput (kepala) epididimis. Duktus eferentis panjangnya ± 20 cm, berbelok-belok dan membentuk kerucut kecil dan bermuara di duktus epididimis tempat spermatozoa disimpan, masuk ke dalam vas deferens
Fungsi dari epididimis yaitu sebagai saluran penhantar testis, mengatur sperma sebelum di ejakulasi, dan memproduksi semen.

2) Duktus Deferens
Merupakan kelanjutan dari epididimis ke kanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk ke dalam rongga perut terus ke kandung kemih, di belakang kandung kemih akhirnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan selanjtnya membentuk ejakulatorius dan bermuara di prostate. Panjang duktus deferens 50-60 cm.
3) Uretra.
4. Bangunan Penyokong atau Penyambung
1). Funikulus Spermatikus
Bagian penyambung yang berisi duktus seminalis, pembuluh limfe, dan serabut-serabut saraf.

B. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria
1. Hormon pada Laki-laki
a. FSH
Menstimulir spematogenesis.
b. LH
Menstimulir Sel Interstitiil Leydig untuk memproduksi Testosteron.
c. Testosteron
Bertanggung jawab dalam perubahan fisik laki-laki terutama organ seks sekundernya.
Efek hormon testoteron pada pria:
Sebelum lahir:
a. Maskulinasi saluran reproduksi dan genital eksterna
b. Mendorong penurunan testis ke skrotum
Efek reproduksi
c. Pertumbuhan dan pematangan organ reproduksi
d. Penting dalam spermatogenesis
Pertumbuhan tanda kelamin sekunde
2. Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa. Berlangsung 64 hari. Spermatogonia berkembang menjadi spermatozit primer. Spermatozit primer menjadi spermatozit sekunder.
Spermatozit sekunder berkembang menjadi spermatid. Tahap akhir spermatogenesis adalah pematangan spermatid menjadi spermatozoa. Ukuran spermatozoa adalah 60 mikron. Spermatozoa terdiri dari kepala, badan dan ekor.
C. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
1. Genetalia Eksterna (vulva)
Yang terdiri dari:
1) Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis
2) Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutp rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora pada wanita dewasa à panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak dan nullipara à kedua labia mayora sangat berdekatan.
3) Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan;Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan bersatu membentuk fourchette
4) Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
5) Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen
6) Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior
7) Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter ani
2. Genetalia Interna
1). Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.
Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm.
Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri membagi puncak (ujung) vagina menjadi:
-Forniks anterior -Forniks dekstra
-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
2) Alat hubungan seks.
3) Jalan lahir pada waktu persalinan.


2). Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus dapat menahan beban hingga 5 liter
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.

b) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat, dengan demikian pendarahan dapat terhenti.
Makin kearah serviks, otot rahim makin berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.

c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi (nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
a) Ligamentum latum
• Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
b) Ligamentum rotundum (teres uteri)
• Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
• Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
c) Ligamentum infundibulopelvikum
• Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
d) Ligamentum kardinale Machenrod
• Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.
• Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
e) Ligamentum sacro-uterinum
• Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.
f) Ligamentum vesiko-uterinum
• Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan.

3). Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.

4). Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesterone
. Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.

D. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1. Hormon Reproduksi pada wanita
1). Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
2). Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
3). Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
4). Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH

E. Siklus Menstruasi

Siklus mnstruasi terbagi menjad 4. wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan akan mengeluarkan darah dari alat kandungannya.
1.Stadium menstruasi (Desquamasi), dimana endometrium terlepas dari rahim dan adanya pendarahanselama 4hari.
2.Staduim prosmenstruum (regenerasi), dimana terjadi proses terbentuknya endometrium secara bertahap selama 4hr
3.Stadium intermenstruum (proliferasi), penebalan endometrium dan kelenjar tumbuhnya lebih cepat.
4.Stadium praemenstruum (sekresi), perubahan kelenjar dan adanya penimbunan glikogen guna mempersiapkan endometrium.

F. Hormon-Hormon Reproduksi
1. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.

2. Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.

3. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.

4. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.

5. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat.

6. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).

7. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga

A.Kesimpulan
Sistem reproduksi pria dan wanita berbeda. Pada reproduksi pria memiliki penis dan kelenjar testis untuk menghasilkan sperma, kematangan sel sperma di tandai dengan mimpi basah pada usia pubertas Pada system reproduksi wanita memiliki vagina dan ovarium untuk menghasilkan ovum. Kematangan sel telur atu ovum ditandai menarche pada usia antara 13-16 tahun. Apabila terjadi pertemuan antara sel sperma dan sel ovum akan terjadi kehamilan yang akan berkembang menjadi janin.

B.Saran
Pengetahuan mengenai seks & seksualitas hendaknya dimiliki oleh semua orang. Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan orang tersebut akan dapat menjaga alat reproduksinya untuk tidak digunakan secar bebas tanpa mengatahui dampaknya, Pengetahuan yang diberikan harus mudah dipahami, tepat sasaran, dan tidak menyesatkan. Dengan demikian orang tersebut akan dapat menghadapi rangsangan dari luar dengan cara yang sehat, matang dan bertanggung jawab.
Diposkan oleh Firm@ntblog di 1:11:00 PM
Label: AnfisReproduksi

ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

ANATOMI DAN SISTEM FISIOLOGI PARU-PARU


PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS BULA PARU-PARU
Penjelasan mengenai patofisiologi terjadinya bula paru-paru pertama kali diajukan oleh
Cookedan Blades
(1952), sebagai berikut : awalnya, mekanisme katup bola (
ball-valve
) antara bula danbronkus menyebabkan bula membesar secara progresif. Kemudian, bula yang membesar karenapeningkatan tekanan intra bula akan membuat jaringan paru-paru di sekitarnya kolaps.Selanjutnya, inflamasi dan oklusi parsial saluran napas kecil menyebabkan kerusakan buladisertai pembesaran progresif dan oklusi lanjutan pada saluran napas tersebut. Akhirnya, bulaakan menghasilkan space occupying lesion yang besar dengan ventilasi yang baik tetapi tanpadisertai perfusi yang baik, sehingga timbul hambatan gerak difragma dan dinding dada,pergeseran mediastinum dan penekanan pada sisi paru-paru yang sehat di sekitarnya dan padaparu-paru kontralateralnya.
4
Baldwin
dkk (1950) menemukan bahwa bula besar dapat bertindak sebagai
space occupying lesion
yang merelaksasi dan menekan jaringan paru-paru yang terkena. Dengan toraks yangterbuka, baik pada operasi maupun otopsi, bula seperti ini akan mengembang dan kolaps secarainstan dengan ventilasi tekanan positif.
Reid 
(1967) mengklasifikasikan lesi semacam ini sebagaiemfisema non-obstruktif. Kapasitas residu fungsional tetap besar, pengeluaran nitrogen dari bulaberjalan lambat, ruang rugi fisiologi berkurang dan pertukaran udara dalam bula berjalan lambatseperti dilaporkan oleh
Hugh-Jones
dkk (1966). Pada saat toraks terbuka, tekanan positif akanmenyebabkan mengembangnya paru-paru di belakang bula disertai kembalinya tegangan radialpada jalan napas. Akibatnya, hubungan antara bronkus dan bula menjadi terbuka lebar. Pada saattoraks tertutup, jaringan paru-paru di sekitarnya akan mengalami relaksasi saat tekanan positif,disertai penurunan tegangan radial jalan napas dan seluruh jalan napas memiliki resistensi aliranyang tinggi. Setelah eksisi bula, tegangan paru-paru akan kembali dan lesi hilang.
4
Emfisema ditandai oleh kerusakan dinding alveolar distal dari bronkiolus terminalis. Proses iniakan berlanjut menjadi pembesaran ruang udara distal disertai terbentuknya blebs, kista dan bula.Karena dinding alveolar yang kaya kapiler turut rusak pada daerah emfisema, ruang udara yangmembesar ini memiliki rasio ventilasi perfusi (V/Q) yang tinggi yang menyebabkanterbentuknya ruang rugi fisiologis. Peningkatan ruang ruang rugi pernafasan ini akanmenurunkan efisiensi bernapas, dan menyebabkan peningkatan kerja napas dan gangguanpertukaran udara.
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS BULA PARU-PARU
Penjelasan mengenai patofisiologi terjadinya bula paru-paru pertama kali diajukan oleh
Cookedan Blades
(1952), sebagai berikut : awalnya, mekanisme katup bola (
ball-valve
) antara bula danbronkus menyebabkan bula membesar secara progresif. Kemudian, bula yang membesar karenapeningkatan tekanan intra bula akan membuat jaringan paru-paru di sekitarnya kolaps.Selanjutnya, inflamasi dan oklusi parsial saluran napas kecil menyebabkan kerusakan buladisertai pembesaran progresif dan oklusi lanjutan pada saluran napas tersebut. Akhirnya, bulaakan menghasilkan space occupying lesion yang besar dengan ventilasi yang baik tetapi tanpadisertai perfusi yang baik, sehingga timbul hambatan gerak difragma dan dinding dada,pergeseran mediastinum dan penekanan pada sisi paru-paru yang sehat di sekitarnya dan padaparu-paru kontralateralnya.
4
Baldwin
dkk (1950) menemukan bahwa bula besar dapat bertindak sebagai
space occupying lesion
yang merelaksasi dan menekan jaringan paru-paru yang terkena. Dengan toraks yangterbuka, baik pada operasi maupun otopsi, bula seperti ini akan mengembang dan kolaps secarainstan dengan ventilasi tekanan positif.
Reid 
(1967) mengklasifikasikan lesi semacam ini sebagaiemfisema non-obstruktif. Kapasitas residu fungsional tetap besar, pengeluaran nitrogen dari bulaberjalan lambat, ruang rugi fisiologi berkurang dan pertukaran udara dalam bula berjalan lambatseperti dilaporkan oleh
Hugh-Jones
dkk (1966). Pada saat toraks terbuka, tekanan positif akanmenyebabkan mengembangnya paru-paru di belakang bula disertai kembalinya tegangan radialpada jalan napas. Akibatnya, hubungan antara bronkus dan bula menjadi terbuka lebar. Pada saattoraks tertutup, jaringan paru-paru di sekitarnya akan mengalami relaksasi saat tekanan positif,disertai penurunan tegangan radial jalan napas dan seluruh jalan napas memiliki resistensi aliranyang tinggi. Setelah eksisi bula, tegangan paru-paru akan kembali dan lesi hilang.
4
Emfisema ditandai oleh kerusakan dinding alveolar distal dari bronkiolus terminalis. Proses iniakan berlanjut menjadi pembesaran ruang udara distal disertai terbentuknya blebs, kista dan bula.Karena dinding alveolar yang kaya kapiler turut rusak pada daerah emfisema, ruang udara yangmembesar ini memiliki rasio ventilasi perfusi (V/Q) yang tinggi yang menyebabkanterbentuknya ruang rugi fisiologis. Peningkatan ruang ruang rugi pernafasan ini akanmenurunkan efisiensi bernapas, dan menyebabkan peningkatan kerja napas dan gangguanpertukaran udara.
9
 
Kerusakan dinding alveolar juga menyebabkan penurunan kemampuan rekoil elastis paru-parudan penurunan traction support dari lumen jalan napas kecil yang menyebabkan gangguan prosesekshalasi. Penurunan kemampuan rekoil elastik disertai kolapsnya jalan napas ekspirasimenghasilkan hiperinflasi dan adanya udara yang terperangkap (air-trapping) pada daerahemfisema. Hiperinflasi ini dapat menekan jaringan paru-paru disekitarnya sehingga rasio V/Qakan menurun pada daerah paru-paru yang mengalami penekanan, yang lama kelamaanmenyebabkan ganggauan pertukaran udara dan hipoksemia.
9
Kesulitan bernapas pada pasien-pasien dengan bula paru-paru terjadi karena dinding dadamengembang secara maksimal sepanjang waktu, dengan diafragma yang “mendatar” pada saatinspirasi maksimal. Karenanya, setiap upaya inspirasi hanya menghasilkan pergerakan udarayang minimal. Itulah sebabnya, reseksi bagian paru-paru yang mengalami kerusakan akanmemungkinkan dinding dada untuk berupaya kembali ke kondisi normalnya dan mengembalikanmobilitas diafragma seperti semula.
10
Mekanisme terbentuknya bula belum diketahui dengan pasti. Salah satu penjelasan yang menjadiperdebatan adalah terjadinya degradasi serat elastik paru-paru yang dipicu oleh peningkatanmasuknyaa netrofil dan makrofag terkait dengan kebiasaan merokok. Degradasi inimenyebabkan ketidakseimbangan sistem protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan. Setelahterbentuk bula, terjadi obstruksi saluran napas kecil yang disebabkan oleh proses inflamasiberkepanjangan sehingga terjadi peningkatan tekanan alveolar, yang menyebabkan udaramerembes ke ruang instertitial paru-paru. Kemudian udara akan bergerak ke hilus, terjadilahpneumomediastinum. Dengan meningkatkan tekanan intra-mediastinum, timbul ruptur pleuraparietal di daerah mediastinum dan mengakibatkan terjadinya pneumotoraks. Pemeriksaanhistopatologi dan mikroskop elektron pada jaringan yang diambil intraoperatif tidak menunjukkan adanya defek pada pleura viseral yang memungkinkan terjadinya perembesanudara dari bula ke ruang pleura.
2
Penyebab emfisema bula belum sepenuhnya diketahui, walaupun ditemukan adanya kaitanantara merokok dan difisiensi a1-antitripsin dengan terbentuknya bulla.
4,11
Defisiensi a1-antitripsin merupakan faktor risiko berkembangnya gejala-gejala pada saluran napas, munculnyaemfisema dini dan obstruksi saluran napas. Faktor lingkungan seperti rokok dan paparanterhadap debu menjadi faktor risiko tambahan dan berhubungan dengan cepatnya penurunankondisi pasien. Faktor penderita juga seperti genetik dan usia juga mempengaruhiberkembangnya penyakit ini.
12
Johnson dkk (2000) melaporkan kasus-kasus bula paru-paru yang terkait dengan kebiasaanmerokok mariyuana. Namun pada pasien-pasien yang diamati pada laporan ini juga memilikiriwayat merokok yang cukup lama, sehingga hubungan signifikan antara kebiasaan merokok mariyuana saja tanpa riwayat merokok yang lama terhadap terjadinya bula paru-paru masih perluditeliti lebih lanjut.
13
Kadangkala penting untuk membagi pasien dengan bula paru-paru ke dalam dua grup besar,yaitu (1) pasien PPOK (penyakit paru-paru obstruktif kronis) dan (2) pasien dengan parenkimparu-paru di antara bula yang relatif normal tanpa obstruksi aliran udara. Kelompok kedua inibiasanya memiliki riwayat munculnya penyakit yang sama pada keluarga (familial occurence).
14
 
Insiden bula paru-paru meningkat pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos, yang menunjukkan hubungan antara kelainan jaringan ikat dengan penyakit bula.Karenanya, kemungkinan adanya diagnosis penyakit jaringan ikat semacam ini harus jugadipikirkan.
15
Koivisto dan Mustonen
(2001) melaporkan dua kasus saudara kembar dengan pneumotoraksspontan dengan penyebab yang kemungkinan diturunkan secara autosomal resesif. Pada keduakasus ditemukan bula.
16
Pneumotoraks yang terjadi sangat mungkin disebabkan oleh rupturnyabula ini. Penyebab non genetik lain, seperti endometriosis yang dapat menimbulkanpneumotoraks katamenial juga perlu disingkirkan.
15
DIAGNOSISKlinis
Diagnosis bula paru-paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis.Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai kebiasaan merokok dan riwayat penyakit dahulu,seperti asma, kelainan kongenital dan PPOK. Gejala klinis yang paling menonjol pada pasienbula paru-paru adalah sesak napas, mulai dari derajat ringan sampai derajat berat, sesuai kriteriadari Hugh Jones.
4
Tidak jarang, bila bula cukup besar, pasien juga merasakan rasa nyeri lokal dibagian dada tertentu, sesuai lokasi bula.
17
Baik sesak napas maupun nyeri ini berhubungandengan aktifitas



 

FISIOLOGI SISTEM PERABA PADA MANUSIA

 FISIOLOGI SISTEM PERABA PADA MANUSIA


hand



Indra peraba merupakan indera yang sederhana, umumnya tersebar pada kulit mamalia dan sedikit sekali pada vertebrata rendah. Kepekaan peraba pada manusia sangat besar, terutama di ujung jari dan bibir.


Klasifikasi reseptor antara lain:


* Berdasarkan tipe energi khusus atau kepekaan terhadap modalitas tertentu


1. Termoreseptor (peka terhadap perubahan suhu).


2. Mekanoreseptor (peka terhadap sentuhan dan tekanan).


3. Kemoreseptor (peka terhadap perubahan kimiawi).


4. Osmoreseptor (peka terhadap perubahan tekanan osmotik).


* Berdasarkan sumber rangsangan


1. Ekteroreseptor, terletak pada permukaan tubuh dan berespons terhadap rangsangan eksterna atau luar.


2. Proprioreseptor, berespons terhadap perubahan posisi dan pergerakan terutama berhubungan dengan sistem muskuloskeletal.


3. Interoreseptor, terletak pada visera/ alat dalam dan pembuluh darah.


* Berdasarkan morfologi


1. Badan terakhir yang bebas/ terbuka (tanpa kapsul) yang tak berhubungan dengan tipe sel lainnya.


2. Badan akhir yang berkapsul (korpuskular) yang mengandung unsur bukan saraf di samping saraf badan akhir saraf.


Reseptor-reseptor yang terletak di alat indera peraba antara lain :


* Ujung Saraf Bebas


Serat saraf sensorik aferen berakhir sebagai ujung akhir saraf bebas pada banyak jaringan tubuh dan merupakan reseptor sensorik utama dalam kulit. Serat akhir saraf bebas ini merupakan serat saraf yang tak bermielin, atau serat saraf bermielin berdiameter kecil, yang semua telah kehilangan pembungkusnya sebelum berakhir, dilanjutkan serat saraf terbuka yang berjalan di antara sel epidermis. Sebuah serat saraf seringkali bercabang-cabang banyak dan mungkin berjalan ke permukaan, sehingga hampir mencapai stratum korneum. Serat yang berbeda mungkin menerima perasaan raba, nyeri dan suhu. Sehubungan dengan folikel rambut, banyak cabang serat saraf yang berjalan longitudinal dan melingkari folikel rambut dalam dermis.


Beberapa saraf berhubungan dengan jaringan epitel khusus. Pada epidermis berhubungan dengan sel folikel rambut dan mukosa oral, akhir saraf membentuk badan akhir seperti lempengan (diskus atau korpuskel merkel). Badan ini merupakan sel yang berwarna gelap dengan banyak juluran sitoplasma. Seperti mekanoreseptor badan ini mendeteksi pergerakan antara keratinosit dan kemungkinan juga gerakan epidermis sehubungan dengan jaringan ikat di bawahnya. Telah dibuktikan bahwa beberapa diskus merkel merespon rangsangan getaran dan juga resepor terhadap dingin.


* Korpuskulus Peraba (Meissner)


Korpuskulus peraba (Meissner) terletak pada papila dermis, khususnya pada ujung jari, bibir, puting dan genetalia. Bentuknya silindris, sumbu panjangnya tagak lurus permukaan kulit dan berukuran sekitar 80 mikron dan lebarnya sekitar 40 mikron. Sebuah kapsul jaringan ikat tipis menyatu dengan perinerium saraf yang menyuplai setiap korpuskel. Pada bagian tengah korpuskel terdapat setumpuk sel gepeng yang tersusun transversal. Beberapa sel saraf menyuplai setiap korpuskel dan serat saraf ini mempunyai banyak cabang mulai dari yang mengandung mielin maupun yang tak mangandung mielin. Korpuskulus ini peka terhadap sentuhan dan memungkinkan diskriminasi/ pembedaan dua titik (mampu membedakan rangsang dua titik yang letaknya berdekatan).


* Korpuskulus Berlamel (Vater Pacini)


Korpuskulus berlamel (vater pacini) ditemukan di jaringan subkutan pada telapak tangan, telapak kaki, jari, puting, periosteum, mesenterium, tendo, ligamen dan genetalia eksterna. Bentuknya bundar atau lonjong, dan besar (panjang 2 mm, dan diameter 0,5 – 1 mm). Bentuk yang paling besar dapat dilihat dengan mata telanjang, karena bentuknya mirip bawang.


Setiap korpuskulus disuplai oleh sebuah serat bermielin yang besar dan juga telah kehilangan sarung sel schwannya pada tepi korpuskulus. Akson saraf banyak mengandung mitokondria. Akson ini dikelilingi oleh 60 lamela yang tersusun rapat (terdiri dari sel gepeng). Sel gepeng ini tersusun bilateral dengan dua alur longitudinal pada sisinya.


Korpuskulus ini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan yang dalam.


* Korpuskulus Gelembung (Krause)


Korpuskulus gelembung (krause) ditemukan di daerah mukokutis (bibir dan genetalia eksterna), pada dermis dan berhubungan dengan rambut. Korpuskel ini berbentuk bundar (sferis) dengan diameter sekitar 50 mikron. Mempunyai sebuah kapsula tebal yang menyatu dengan endoneurium. Di dalam korpuskulus, serat bermielin kehilangan mielin dan cabangnya tetapi tetap diselubungi dengan sel schwann. Seratnya mungkin bercabang atau berjalan spiral dan berakhir sebagai akhir saraf yang menggelembung sebagai gada. Korpuskel ini jumlahnya semakin berkurang dengan bertambahnya usia.


Korpuskel ini berguna sebagai mekanoreseptor yang peka terhadap dingin.


* Korpuskulus Ruffini


Korpuskulus ini ditemukan pada jaringan ikat termasuk dermis dan kapsula sendi. Mempunyai sebuah kapsula jaringan ikat tipis yang mengandung ujung akhir saraf yang menggelembung. Korpuskulus ini merupakan mekanoreseptor, karena mirip dengan organ tendo golgi.


Korpuskulus ini terdiri dari berkas kecil serat tendo (fasikuli intrafusal) yang terbungkus dalam kapsula berlamela. Akhir saraf tak bermielin yang bebas, bercabang disekitar berkas tendonya. Korpuskulus ini terangsang oleh regangan atau kontraksi otot yang bersangkutan juga untuk menerima rangsangan panas.


* Spindel Neuromuskular



reseptor-peraba

Gambar macam-macam reseptor peraba pada kulit manusia. (sumber: www.bebas.vlsm.org)




Fisiologi Mual dan Muntah

Fisiologi Mual dan Muntah

FISIOLOGI MUAL DAN MUNTAH
alamilmu kebidanan, emesis ditemukan pada kehamilan dini, persalinan dan periode pascabedah. Keadaan ini bukan saja menimbulkan distres tetapi juga dapat membawakonsekuensi fisiologis yang serius. Istilahhiperemesis gravidarumberlaku bila muntahmenyebabkan kekurangan cairan, elektrolit atau gizi (Friedman & Isselbacher, 1991).
Fisiologi Mual dan Muntah
 
Muntah
biasanya disertai dengan mual kendati tidak selalu demikian. Mual merupakan perasaan yang diakui secara sadar tentang terjadinya eksitasi yang tidak disadari pada pusatmuntah di dalam medula oblongata atau di daerah yang dekat dengan pusat muntah tersebut(Dayton, 1996).
Muntah
merupakan serangkaian gerakan yang kompleks untuk mengeluarkan isi usus dari dalam saluran usus ketika salah satu bagiannya mengalami iritasiatau distensi. Komponen sensorik dan motorik refleks muntah diatur oleh sistem saraf otonom. Pengaturan ini menimbulkan perasaan seperti µmau muntah.¶
Penyebab muntah
 Banyak stimulus bekerja langsung pada
pusat muntah
atau zona pemicu kemoreseptor (CTZ;
chemoreceptor trigger zone
). Zona tersebut terletak di sebelah luar sawar darah/otak dalam medula yang berbeda dengan pusat muntah tetapi letaknya berdekatan dengan pusatmuntah tersebut. Pusat muntah menerima asupan impuls dari: pusat otak yang lebih tinggi,zona pemicu kemoreseptor, organ vestibularis pada telinga dalam dan seluruh tubuh lewatsistem saraf otonom.Mual dan muntah bergantung pada interaksi banyak faktor yang meliputi jenis-jenis obatyang diberikan, kondisi emosional, rasa nyeri, kerusakan jaringan, gerakan atbu perubahanhomeostasis. Untuk mencegah muntah, bidan harus memahami semua faktor yangmempengaruhi pusat muntah (lihat Kotak 5.1). Dalam persalinan, stasis lambung, rasa nyeridan tekanan pada lambung akan bergabung menjadi satu untuk menimbulkan gejala emesis.
Uraian tentang muntah
 Biasanya muntah disertai dengan sekresi saliva, perspirasi, pucat, penurunan tekanan darah,takikardia dan respirasi yang tidak teratur di samping berbagai perasaan subjektif. Stasislambung biasanya mendahului muntah. Untuk mengeluarkan isi lambung, esofagus bagian bawah dan lambung bagian alas harus mengadakan relaksasi sementara duodenum danlambung bagian bawah berkontraksi. Lambung akan mengalami kompresi antara diafragmadan dinding abdomen. Pasien menarik napas dalam, dan glotis serta bagian posterior nostriltertutup. Akan tetapi, waktu untuk inspirasi yang dalam tersebut mungkin tidak ada jikadorongan muntah sangat dominan.




FISIOLOGI SISTEM KESEIMBANGAN PADA MANUSIA

 FISIOLOGI SISTEM KESEIMBANGAN PADA MANUSIA

C. Keseimbangan

Keseimbangan adalah suatu keadaan yang menunjukkan konsentrasi cairan dalam tubuh atau posisi tubuh dalam suatu ruangan. Keseimbangan dalam tubuh kita di atur oleh sel-sel rambut didalam cairan pada daerah vestibular dan kanalis semisirkularis telinga dalam.

Aparatus vestibular merupakan organ yang mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini terdiri atas suatu sistem tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus dari tulang temporal yang disebut labirin tulang dan dalam labirin tulang ada sistem membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa. Aparatus vestibularis ini memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh. Aparatus vestibular terdiri dari dua set struktur yang terletak didalam tulang temporalis di dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit ( utrikulus dan sakulus). Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Semua aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi angular atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik atau memutar kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis smisirkularis, sel-sel rambut disetiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan yang terletak diampula. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa yaitu kupula, yang menonjol kedalam endolimfe didalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan.

Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak memgikuti gerakan kepala. Namun, cairan didalam kanalis, yang tidak melekat ketengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tinggal dibelakang karena adanya inersia (kelembaman). Ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakkan kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam didalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali keposisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri begerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut-rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.

1. Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan bolak-balik mata yang involunter dan ritmik. Nistagmus vestibular adalah nistagmus yang disertai rasa puyeng (vertigo). Pada kerusakan dilabirin terjadi nistagmus dengan komponen cepat kearah kontralateral dari lesi, sedang arah salah tunjuk (past pointing) dan jatuh kesisi lesi. Nistagmus vestibular biasanya tidak menetap atau berlalu (menghilang setelah beberapa waktu).

Nistagmus vestibular dapat bersifat horizontal, vertikal atau rotatoar. Nistagmus vertikal menunjukkan adanya lesi di batang otak, yaitu didaerah mesensefalon atau medula oblongata. Nistagmus horizontal dapat terlihat pada lesi di tegmentum pons dan mesensefalon. Nistagmus horizontal rotatoar atau rotatoar dapat dijumpai pada lesi di medula oblongata (sringobulbi, sindrom wallenberg). Nistagmus sikap ialah nistagmus yang terjadi atau bertambah hebat pada posisi tertentu dari kepala.
Nistagmus dapat disebabkan oleh lesi ditraktus vestibuloserebelar, vermis atau pedunkulus serebeli inferior. Ia dapat juga disebabkan oleh rusaknya hubungan antara serebelum dengan pusat-pusat lain atau lesi serebelum sendiri. Nistagmus dapat pula disebabkan oleh terganggunya koordinasi otot-otot mata, jadi merupakan asinergia serebeli. Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia difiksasi pada satu jurusan menjadi berubah-ubah, yaitu bola mata bergerak secara spontan lambat keposisi semula dan seterusnya bolak-balik. Hal ini disebut nistagmus (gerak ritmik bola mata). Untuk memeriksanya, mata pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa yang di gerakkan ke saming kiri, kanan, atas dan bawah. Perhatikan adanya nistagmus dan tentukan apakah ada komponen lambat dan cepat.

2. Tes Penyimpangan Penunjukan (Past Pointing Test Of Barany)
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah informasinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.

3. Tes Jatuh
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir pada bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian terdapat tiga pasang kanalis : horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior kanan dan posterior kiri-posterior kanan. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horisontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis horisontal kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi

FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN PADA MANUSIA

FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN PADA MANUSIA

B. Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).

Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural / sensorineural deafness ( perseptif) serta tuli campur / mixed deafness (Soepardi et al, 2007).
Tuli konduktif disebabkan oleh hal yang mengganggu hantaran normal daripada gelombang suara ke organ Corti. Jadi merupakan gangguan konduksi rangsangan suara melalui liang telinga, membran timpani, ruang telinga tengah, dan tulang pendengaran (Hassan et al, 2007).

Pada telinga luar misalnya prop serumen atau benda asing dalam liang telinga, otitis eksterna, eksostosis. Pada telinga tengah misalnya OMA supurativa dan nonsupurativa, otitis media kronik dengan atau tanpa mastoiditis, perforasi membrana timpani, otitis media serosa (glue ear), otitis media adesiva, otosklerosis, sumbatan tuba Eustachii, barotrauma, trauma kepala disertai gangguan fungsi telinga oleh ossicular chain disruption atau oleh hematoma dalam telinga tengah, neoplasma (Hassan et al, 2007).

Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam, nervus VIII atau di pusat pendengaran (Soepardi et al, 2007). Tuli saraf disebabkan oleh hal yang merintangi atau mengurangi reaksi normal dari sel rambut terhadap stimulasi oleh gelombang suara atau hal yang merintangi / mengganggu reaksi normal dari jalan serabut saraf organ Corti ke korteks serebral (Hassan et al, 2007).
Kerusakan pada saraf atau koklea dapat disebabkan oleh trauma kepala disertai kerusakan os petrosus, trauma akustik misalnya ketulian akibat bising di pabrik, infeksi (virus pada parotitis, campak, influenza dan sebagainya), neoplasma (akustik neuroma, glomus jugulare), obat ototoksik (streptomisin, kanamisin, preparat kina), gangguan serebrovaskular (Hassan et al, 2007).

Tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan suatu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif) (Soepardi et al, 2007).

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, sedangkan dengan menggunakan audiometer merupakan tes kuantitatif (Soepardi et al, 2007).

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).

Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan (Soepardi et al, 2007).

1. Tes Rinne
Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan, kemudian ditempelkan pada tulang mastoid sampai pendengar tidak mendengar lagi, lalu dipindahkan ke depan liang telinga. Disini akan terdengar lagi oleh karena hantaran udara lebih baik daripada melalui tulang. Ini disebut Rinne positif. Bila ada gangguan aliran udara disebut Rinne negatif. Rinne positif terdapat pada orang normal dan pada penderita gangguan saraf (neurosensoris). Rinne negatif terdapat pada gangguan aliran udara (tuli konduktif), misalnya di daerah membran timpani, serumen pada liang telinga, kerusakan tulang pendengaran, dan sebagainya (Hassan et al, 2007).

2. Tes Weber
Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan dan diletakka di verteks, kemudian dibandingkan pendengara telinga kanan dan kiri. Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama (tidak ada lateralisasi). Bila ada gangguan konduksi, terjadi lateralisasi ke arah telinga yang sakit. Bila ada gangguan saraf, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat. Hasil dinyatakan sebagai lateralisasi ke kanan / ke kiri atau lateralisasi negatif (Hassan et al, 2007).

3. Tes Schwabach
Tes Schwabach ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal (Soepardi et al, 2007).
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa (Soepardi et al, 2007).

4. Tes Bing (tes Oklusi)
Cara pemeriksaan yaitu tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif (Soepardi et al, 2007).

5. Tes Stenger
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli) (Soepardi et al, 2007).
Cara pemeriksaan dengan menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap menengar bunyi (Soepardi et al, 2007).

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne 

FISIOLOGI ALAT INDERA

FISIOLOGI ALAT INDERA

A. Visus (Tajam Penglihatan)

1. Tajam Penglihatan

Secara teoritis, cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan ke retina akan menjadi bayangan yang sangat kecil. Namun, karena susunan lensa mata yang tidak sempurna, bintik di retina biasanya mempunyai diameter total kera-kira 11 mikrometer walaupun sistem optiknya masih sangat baik. Bintik itu paling terang di bagian tengah dan mengabur ke arah tepi.


Diameter rata-rata konus yang terdapat di kerucut retina, yang merupakan bagian tengah retina tempat terbentuknya penglihatan yang paling tajam, besarnya kira-kira 1,5 mikrometer, yakni sepertujuh diameter titik cahaya. Namun, oleh karena titik cahaya itu mempunyai bagian tengah yang terang dan bagian tepi yang gelap, maka kita baru dapat membedakan dua titik yang terpisah bila bagian tengah dari kedua titik itu mempunyai jarak pada retina sebesar kira-kira 2 mikrometer, di mana jarak ini sedikit lebih besar daripada lebar konus yang ada di bagian kerucut.


Pada mata manusia dengan ketajaman penglihatan normal, sudut yang digunakan untuk membedakan dua titik sumber cahaya adalah 26 detik arc. Jadi bila berkas cahaya yang berasal dari dua titik terpisah itu mengenai mata dengan sudut antara kedua titik paling sedikit 25 detik, maka biasanya kedua titik itu dapat dikenali sebagai dua titik, bukan sebagai satu titik. Ini berarti bahwa orang yang mempunyai ketajaman normal sewaktu melihat dua titik terang yang diletakkan 10 meter darinya, maka ia sulit membedakan kedua titik itu sebagai dua titik yang terpisah bila terpisah 1,5 sampai 2 milimeter.


Fovea mempunyai diameter kurang dari 0,5 milimeter (kurang dari 500 mikrometer), yang berarti bahwa ketajaman penglihatan maksimal dapat terjadi pada hanya 2 derajat lapang pandangan. Di luar area fovea, tajam penglihatan akan berkurang secara progresif sampai sepuluh kali lipat, dan semakin ke arah perifer akan semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara sebagian sel batang dan kerucut dengan serabut saraf yang sama di nonfovea, yaitu bagian yang lebih perifer pada retina (Guyton, Hall, 2008).


Tajam penglihatan merupakan indikasi primer dari kesehatan mata dan sistem penglihatan. Tajam penglihatan didefinisikan sebagai objek terkecil yang dapat dipisahkan oleh mata dengan memberikan jarak pada objek tersebut. Tajam penglihatan ditunjukkan sebagai pecahan di mana pembilang merupakan ukuran objek dan penyebut merupakan jarak penglihatan dalam kaki atau meter. Tajam penglihatan dapat menurun karena gangguan refraksi, penyakit atau cedera okular, dan atau penyakit neurologis. (DuBois, 2006).


2. Sudut Penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan prosedur sederhana berdasarkan prinsip optik kompleks yang normal. Tes tersebut menunjukkan bagaimana mata membedakan ukuran dan bentuk objek dalam aksis penglihatan. Aksis penglihatan normal mengandung media bersih (kornea, aqueous, lensa, dan vitreous) yang memfokuskan cahaya ke fovea retina. Bayangan jatuh fovea dan retina perifer dan kemudian diproses di sistem saraf untuk menghasilkan sensasi yang kita kenal sebagai penglihatan.


Sudut penglihatan didefinisikan sebagai sudut di mana berkas cahaya pada bagian terjauh objek mencapa retina dan diukur dengan derajat atau menit arc. Pada jarak tertentu, objek yang besar membentuk sudut yang besar, objek yang sama membentuk sudut yang lebih besar ketika didekatkan dengan mata. Detail dari objek membuatnya dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, ”E” dan ”H” dapat terlihat sama jika detailnya berada dalam batas terluar bentuk tersebut tidak ditentukan oleh mata. Mata dapat menentukan detail dari objek ketika objek tersebut dapat dibedakan dengan leluasa dalam bagian terpisah dari objek tersebut. Objek minimum yang dapat ditentukan oleh mata manusia yakni sekitar 1 menit arc.


Simbol atau optotipi (huruf, angka, gambar, dan lain-lain) digunakan dalam grafik tajam penglihatan standar dibentuk sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari simbol membentuk sudut 1 menit arc dan seluruh bagian simbol membentuk sudut 5 menit arc. Tes standar berjarak terjauh 20 kaki (6 meter) atau terdekat 14 inci. Karena jarak pemeriksaan sudah merupakan suatu ketetapan, ukuran dari objek pada grafik bervariasi untuk menggambarkan perbedaan tingkat kemampuan penglihatan (DuBois, 2006).


3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda dapat ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu.


Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek secara kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :

1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit). Ini merupakan tajam penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum tajam penglihatan.

2. Dengan fraksi Snellen. Ini ditentukan dengan menggunjakan huruf atau cincin Landolt atau objek ekuivalen lainnya.


Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan.


4. Pemeriksaan Visus Satu Mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan di mana mata hanya membedakan 2 titik tersebut membentuk 1 menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit.

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30 berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga sudut tersebut pada prang normal akan dapat dilihat dengan jelas.


Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang seperti :


- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

- Bila pasien hanya dapat membaca pada baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien ialah 6/50.

- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

- Bila pasien hanya dapat melihat atu menentukan jumlah jari yang diperhatikan pada jarak 3 meter maka dinyatakan tajam 3/60. dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.


Hal di atas dapat dilakukan apda orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi tidak mungkin dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatan.


Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding mata yang lainnya.


Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kaca mata. Bila penglihatannya berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka apabila melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabur (Ilyas, 2004).



2. Refraksi dan Koreksinya

a. Refraksi dan Lensa

Cahaya berjalan dalam garis lurus dan dapat dengan mudah dihambat oleh setiap objek tidak tembus pandang. Seperti suara, cahaya dapat dibelokkan, dipantulkan terhadap permukaan suatu benda. Refleksi (bayangan) cahaya dari suatu objek di lingkungan kita bertanggung jawab terhadap sebagian besar cahaya yang masuk ke dalam mata kita.

Ketika cahaya berjalan dalam sebuah medium, kecepatan cahaya tersebut tetap. Tetapi ketika cahaya tersebut berjalan dari satu medium transparan ke medium transparan lainnya dengan densitas berbeda, kecepatannya berubah. Cahaya semakin cepat ketika melewati medium dengan densitas yang lebih rendah dan melambat ketika melewati medium dengan densitas yang lebih tinggi. Karena perubahan kecepatan ini, pembelokkan atau refraksi dari cahaya terjadi ketika cahaya ini bertemu dengan permukaan dari medium yang berbeda pada sudut lebih miring daripada sudut sebenarnya (garis lurus).


Lensa adalah objek transparan dengan salah satu atau kedua permukaannya melengkung. Karena cahaya mencapai lengkungan lensa pada sebuah sudut, maka cahaya tersebut direfraksikan. Jika permukaan lensa konveks, yakni paling tebal pada pusatnya, seperti kamera lensa, cahaya dibelokkan sehingga cahaya tersebut mengalami konvergensi (berkumpul) atau berpotongan pada titik tunggal yang disebut focal point. Umumnya, semakin tebal (semakin konveks) lensa, cahaya semakin dibelokkan dan semakin pendek jarak fokal (jarak antara lensa dengan focal point). Gambar yang dibentuk lensa konveks, disebut gambar riil, terbalik atas dan bawah serta kanan dan kiri. Lensa konkaf, yang memiliki ketebalan lensa di tepi daripada di tengah, mendivergensi cahaya (dibelokkan ke luar) sehingga cahaya bergerak saling berpisah. Sebagai konsekuensinya, lensa konkaf mencegah cahaya dari fokus dan menjauhkan jarak fokal.


Proses Memfokuskan Cahaya pada Retina

Ketika cahaya berjalan dari udara ke mata, cahaya tersebut bergerak melalui retina, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor, dan kemudian berjalan melalui seluruh ketebalan lapisan neural dari retina untuk merangsang fotoreseptor yang berbatasan dengan lapisan pigmen. Selama perjalanan ini. cahaya dibelokkan tiga kali : ketika memasuki retina dan ketika masuk dan keluar dari lensa. Kekuatan refraktori dari kedua humor (aqueous dan vitreous) dan kornea konstan. Di sisi lain, lensa sangat elastik, dan kelengkungan dan kekuatan pembelokkan cahayanya dapat secara aktif diubah untuk memungkinkan terjadinya pemfokusan cahaya yang baik dari suatu bayangan.


Pemfokusan pada Penglihatan Jauh


Mata kita beradaptasi paling baik (mengatur fokus) untuk penglihatan jauh. Untuk melihat objek jauh, kita hanya membutuhkan membidikkan kedua mata kita sehingga keduanya terfiksasi pada titik yang sama. Titik jauh dari penglihatan adalah jarak suatu objek di mana tidak ada perubahan dalam bentuk lensa (akomodasi) yang dibutuhkan untuk memfokuskan cahaya. Untuk mata normal atau emetropik, titik jauh yakni 6 meter (20 kaki)


Setiap objek yang dapat dilihat dapat dikatakan mengandung banyak titik kecil, dengan cahaya menyebar keluar di seluruh arah dari tiap titik. Karena objek jauh terlihat kecil, cahaya dari objek pada atau di luar titik jauh penglihatan mendekati mata sebagai cahaya yang hampir paralel dan difokuskan dengan tepat pada retina oleh aparat refraktoris yang tetap (kornea dan kedua humor) dan lensa istirahat. Selama penglihatan jauh, otot siliaris relaksasi sempurna, dan lensa (tertarik mendatar oleh tegangan pada zonula siliar) pada keadaan paling tipis. Oleh sebab itu, lensa berada dalam keadaan kekuatan refraksi terendahnya. Otot siliaris relaksasi ketika input simpatis yang masuk meningkat dan parasimpatis menurun.


Pemfokusan pada Penglihatan Dekat


Cahaya dari objek kurang dari 6 meter jauh menyimpang (divergen) ketika mendekati mata dan cahaya tersebut mendatangi titik fokus pada jarak lebih jauh dari lensa. Jadi, penglihatan dekat membutuhkan penyesuaian dari mata. Untuk mengembalikan fokus, tiga proses (akomodasi lensa, konstriksi pupil, dan konvergensi bola mata) harus terjadi secara simultan.


Akomodasi lensa mata


Akomodasi adalah proses yang meningkatkan kekuatan refraksi dari lensa mata. Karena kontraksi otot siliar, badan siliar tertarik ke anterior dan masuk ke arah pupil dan menghasilkan tegangan pada zonula siliar (zonula zinii). Karena tidak ada tarikan pada lensa, lensa yang elastik tadi mengkerut dan menggembung, menyediakan jarak fokal yang lebih pendek yang dibutuhkan untuk memfokuskan bayangan objek dekat pada retina mata. Kontraksi dari otot siliar dikontrol oleh serat parasimpatis pada nervus okulomotorius.


Titik terdekat di mana kita dapat memfokuskan secara jelas disebut jarak dekat penglihatan, dan menggambarkan penggembungan maksimum lensa yang dapat dicapai. Pada orang dewasa muda dengan penglihatan emetropik, titik dekatnya yakni 10 cm (4 inci) dari mata. Titik ini lebih dekat pada anak-anak dan berangsur-angsur turun sesuai dengan usia. Hal ini menjelaskan mengapa anak dapat menahan buku mereka sangat dekat dengan wajah mereka sedangkan orang yang tua harus mempertahankan surat kabar pada jarak satu hasta. Penurunan akomodasi yang berangsur-angsur sesuai dengan umur menggambarkan penurunan elastisitas lensa mata. Pada kebanyakan orang dengan usia di atas 50 tahun, lensa mata tidak berakomodasi, kondisi yang dikenal sebagai presbiopia.


Konstriksi pupil


Otot sfingter pupil pada iris meningkatkan efek akomodasi dengan menurunkan ukuran pupil hingga 2 mm. Refleks akomodasi pupil ini dimediasi oleh serat parasimpatis dari nervus okulomotorius, mencegah banyak cahaya divergen masuk ke mata. Sejumlah cahaya berjalan melalui batas ekstrim dari lensa dan tidak difokuskan dengan baik, sehingga dapat menyebabkan pandangan kabur.


Konvergensi Kedua Bola Mata


Tujuan penglihatan yakni selalu menjaga objek terlihat terfokus pada fovea retina. Ketika kita melihat objek jauh, kedua mata secara langsung lurus melihat pada satu sisi pada derajat yang sama, tetapi ketika kita memandang apda objek dekat, kedua mata kita berkonvergensi. Konvergensi, dikontrol oleh serat motorik somatik pada nervus okulomotor, yakni gerakan rotasi medial pada kedua mata oleh muskulus rektus medial sehingga masing-masing secara langsung menhadap pada objek yang dilihat. Semakin dekat objek, semakin besar derajat konvergensi yang dibutuhkan. Membaca atau kegiatan yang menuntut penglihatan dekat lainnya membutuhkan akomodasi, konstriksi pupil, dan konvergensi secara terus-menerus. Hal ini menjelaskan mengapa membaca dalam waktu lama melelahkan otot mata dan dapat menyebabkan kelelahan mata (eyestrain) (Marieb, Hoehn, 2007




Gambar : Pemfokusan pada penglihatan jauh dan dekat (Marieb, Hoehn, 2007).